Selasa, 07 Februari 2012

bab II

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Jamkesmas
Berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-undang Nomor 23/1992 tentang kesehatan, bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (Depkes, 2008).
Dalam kenyataan yang terjadi sampai saat ini, derajat kesehatan masyarakat misikin masih rendah. Hal ini tergambarkan dari angka kematian bayi kelompok masyarakat miskin tiga setengah sampai dengan empat kali lebih tinggi dari kelompok masyarakat tidak miskin. Masyarakat miskin biasanya rentan terhadap penyakit dan mudah terjadi penularan penyakit, karena berbagai kondisi seperti kurangnya kebersihan lingkungan dan perumahan yang saling berhimpitan, perilaku hidup bersih masyarakat yang belum membudaya, pengetahuan terhadap kesehatan dan pendidikan yang umumnya masih rendah serta status ekonomi.
Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan yang mahal. Peningkatan biaya kesehatan diakibatkan
Universitas Sumatera Utara
oleh berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket, kondisi geografis yang sulit untuk menjangkau sarana kesehatan.
Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan seperti dimaksud, Pemerintah telah berupaya mengatasi hambatan dan kendala tersebut melalui kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT. ASKES (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes/SK/XI/2004. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan atau sering disebut ASKESKIN (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin) ini berjalan dan telah banyak hasil yang dicapai terbukti dengan terjadinya kenaikan yang luar biasa dari pemanfaatan program ini dari tahun ke tahun.
Namun disamping keberhasilan yang telah dicapai, masih terdapat beberapa permasalahn yang perlu dibenahi antara lain: kepesertaan masyarakat miskin, kurangnya pengendalian biaya, kendala-kendala dalam pembayaran biaya, verifikasi pelayanan kesehatan, fungsi ganda pengelola, dan yang lainnya.
Berdasarkan beberapa pertimbangan seperti pengendalian biaya pelayanan kesehatan, peningkatan mutu, transparansi dan akuntabilitas, dilakukan perubahan pengelolaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin pada tahun 2008. Perubahan mekanisme yang mendasar adalah adanya pemisahan peran pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke Pemberi Pelayanan
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan (PPK) dari kas negara. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penjaminan terhadap masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin, dan mendekati miskin, program ini bergani nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat yang selanjutanya disebut Jamkesmas (Depkes, 2008).
2.2. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan pusat pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan medik spesialistik, pelayanan penunjang medik. Pelayanan instalasi dan pelayanan perawatan baik rawat jalan maupun rawat inap.
Fungsi rumah sakit yaitu:
a.
Menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan perawatan kesehatan.
b.
Sebagai tempat pendidikan dan latihan kerja tenga medik dan para medik.
c.
Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan.
Dalam menjalankan seluruh fungsinya ini rumah sakit mempunyai beban tanggung jawab memberikan pelayanan yang bermutu.
2.3. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan
Universitas Sumatera Utara
rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1995).
Ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas, karenanya didalamnya tercakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai:
a.
Ketersediaan pelayanan kesehatan (available)
Untuk dapat menimbulkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan, maka syarat yang harus dipenuhi adalah ketersediaan pelayanan kesehatan tersebut, sehingga sering disebutkan, suatu pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.
b.
Kewajaran pelayanan kesehatan (appropriate)
Pelayanan kesehatan sebagai pelayanan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.
c.
Kesinambungan pelayanan kesehatan (continue)
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah apabila pelayanan kesehatan tersebut bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap saat, baik menurut waktu atau apapun kebutuhan pemakai jasa pelayanan kesehatan.
d.
Penerimaan pelayanan kesehatan (acceptable)
Pelayanan kesehatan tersebut harus dapat diupayakan diterima oleh pemakai jasa.
e.
Ketercapaian pelayanan kesehatan (accessible)
Pelayanan kesehatan yang lokasinya tidak terlalu jauh dari daerah tempat tinggal sehingga dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan/
Universitas Sumatera Utara
f.
Keterjangkauan pelayanan kesehatan (affordable)
Pelayanan kesehatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh semua pemakai jasa pelayanan kesehatan, dan karenanya tidak akan memuaskan pasien. Sebagai jalan keluarnya, disarankanlah perlunya mengupayakan pelayanan kesehatan yang biayanya sesuai dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Karena keterjangkauan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kepuasan pasien, dan kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan, maka suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan yang bermutu apabila pelayanan dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.
g.
Efisiensi pelayanan kesehatan (efficient)
Pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan secara efisien.
h.
Mutu pelayanan kesehatan (quality)
Mutu pelayanan kesehatan yang dimaksudkan disini adalah yang menunjuk pada kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan, yang apabila berhasil diwujudkan pasti akan memuaskan pasien. Bertitik tolak dari pendapat adanya kaitan antara mutu denga kepuasan, maka suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat menyembuhkan pasien serta tindakan yang dilakukan adalah aman (Azwar, 1995).
Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam satu organisasi, untuk memelihara dan menjaga kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memelihara kesehatan perseorangan,
Universitas Sumatera Utara
keluarga, kelompok, dan masyarakat. Persyaratan pelayanan kesehatan terdiri dari: tersedian dan berkesinambungan, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan bermutu (Azwar, 1996).
Keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan merupakan proses yang mencari dan memanfaatkan pelayanan kesehatan oleh seseorang dipengaruhi oleh banyak hal. Keputusan tersebut merupakan proses yang melibatkan keputusan individual dan sosial yang dipengaruhi oleh profesionalisme kesehatan (Miller, 1997).
2.4. Kebutuhan Pelanggan
Kebutuhan manusia adalah keadaan merasa kekurangan. Kebutuhan meliputi kebutuhan dasar dan berupa makanan, pakaian, kehangatan, keamanan, kebutuhan sosial berupa kebersamaan dan perhatian dan kebutuhan individu yaitu pengetahuan dan ekspresi diri. Hal ini hakikat biologis dan kondisi manusia, tidak diciptakan oleh pemasar. Manusia memuaskan kebutuhan dan keinginannya melalui produk, baik itu berupa barang ataupun jasa (Kotler dan Armstrong, 2001).
Menurut Kotler (2000), kunci pemasaran professional adalah memenuhi apa yang sebenarnya diperlukan pelanggannya baik dari saingannya. Terhadap 5 jenis kebutuhan pelanggan :
1.
Kebutuhan yang dikemukakan, pelanggan ingin harga murah
2.
Kebutuhan sebenarnya, pelanggan bukan ingin harga murah, tetapi mudah didapat.
Universitas Sumatera Utara
3.
Kebutuhan yang tidak dikemukakan, pelanggan ingin pelayanan yang baik.
4.
Kebutuhan kesenangan, pelanggan membeli praoduk dan dapat hadiah.
5.
Kebutuhan rahasia, pelanggan ingin dinilai orang sekitarnya sebagai pembeli yang in dan berwawasan nilai.
Menurut Handoko (1999) bahwa pengambilan keputusan merupakan bagian dari proses berpikir ketika seseorang mempertimbangkan, memahami, mengingat, dan menalar tentang segala sesuatu. Sesuatu diputuskan akan dilakukan setelah menilai suatu keadaan, kenyataan, atau peristiwa yang sedang dihadapi.
Proses pengambilan keputusan pembeli/individu atas jasa-jasa profesional berbeda-beda, tergantung dari jenis keputusan, partisipan dalam pengambilan keputusan, jenis jasa, dan beberapa faktor lainnya. Dalam upaya mengurangi ketidakpastian yang dialami pembelian jasa-jasa profesional, orang cenderung untuk mencari informasi seluas-luasnya dari orang lain sebelum mengambil keputusan.
Anggota keluarga, teman, rekan kerja, dan sumber-sumber terpercaya lainnya sering kali terlibat dalam pengambilan keputusan seseorang. Adapun jenis-jenis orang mungkin ikut berperan dalam pengambilan keputusan individu adalah:
a.
Pengambilan inisiatif adalah orang-orang yang pertama-tama menyarankan atau memikirkan ide pembelian jasa-jasa tertentu.
b.
Pemberi pengaruh adalah orang-orang yang berpandangan dan nasehatnya berperan cukup besar dalam pengambilan keputusan.
Universitas Sumatera Utara
c.
Pengambilan keputusan adalah orang yang akhirnya menentukan sebagian atau seluruh pengambilan keputusan, membeli atau tidak, apa yang dibeli, bagaimana atau dimana membeli.
d.
Pembeli adalah orang-orang yang melakukan pembelian sebenarnya.
e.
Pemakai adalah orang (badan usaha) yang menerima jasa.
Sedangkan menurut Hebert (1998), proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan seseorang. Perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan merupakan fungsi dari determinan-determinan: pengaruh lingkungan, perbedaan individu, proses psikologis yang masing-masing mempunyai kekuatan pengaruh terhadap proses keputusan konsumen. Proses ini merupakan tahapan dari pengambilan keputusan oleh konsumen yang terdiri dari pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, evaluasi hasil, dan pembelian ulang.
2.5. Penelitian Sebelumnya
Penelitian mutu pelayanan dan keputusan pasien untuk dirawat sudah banyak dilakukan. Namun demikian sepanjang pengetahuan peneliti, di Rumah Sakit Sembiring Deli Serdang, belum ada penelitian mengenai pengaruh mutu pelayanan terhadap keputusan pasien untuk dirawat.
Adapun penelitian-penelitian dimaksud adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No.
Tahun
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
1.
2003
Tenang Muhammad
Sebayang
Analisis hubungan mutu pelayanan kesehatan dan kepuasan pasien rawat inap rumah sakit umum Dr. Pirngadi Medan
Reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik
Ada pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien
2.
2004
Muninjaya
Survey kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan perjan RS Sanglah Denpasar
Dimensi empati dan dimensi reliabilitas
Variabel dimensi empati dan dimensi reliabilitas adalah dua faktor yang memberi kontribusi yang cukup besar terhadap variasi tingkat kepuasan pasien.
3.
2005
Rita Aswati Dahlan
Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan keputusan memanfaatkan pelayanan rujukan ibu hamil berisiko di rumah sakit umum di kabupaten Deli Serdang.
Karakteristik ibu, kemudahan pelayanan, kualitas pelayanan, sistem rujukan
Ada hubungan kemudahan pelayanan dan sistem rujukan dengan keputusan memanfaatkan pelayanan rujukan.
2.6. Landasan Teori
Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan kepuasan kepada pelanggan mereka, maka perusahaan (termasuk rumah sakit) harus memperhatikan berbagai dimensi yang dapat menciptakan dan meningkatkan kualitas pelayannya.
Menurut Parasuraman, (2001), bahwa terdapat lima dimensi Servqual, yaitu:
1.
Bukti fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberkan oleh pember jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.
Universitas Sumatera Utara
2.
Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3.
Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.
4.
Jaminan (assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menimbulkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).
5.
Perhatian (emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan landasan teoritis, dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel dependen
Keinginanan Pasien Jamkesmas Untuk Dirawat Inap Kembali (Y)
5. Empati (X5)
4. Jaminan (X4)
3. Daya tanggap (X3)
2. Keandalan (X2)
1. Bukti fisik (X1)
Mutu Pelayanan (X)
Gambar 2.1. Kerangka konsep penelitian
Variabel independen dalam penelitian ini adalah mutu pelayanan yang mencakup bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah keinginanan pasien Jamkesmas untuk dirawat inap kembali. Bukti fisik dalam hal ini merupakan aspek nyata yang bisa dilihat dan diraba yang ada di rumah sakit sebagai salah satu penentu mutu pelayanan. Keandalan dalam hal ini merupakan kemampuan rumah sakit dalam mewujudkan jasa sesuai dengan yang telah dijanjikan secara tepat.
Daya tanggap dalam hal ini merupakan keinginan pihak rumah sakit untuk membantu pasien menyediakan jasa/pelayanan. Jaminan dalam hal ini merupakan kemampuan dari sumber daya rumah sakit dalam memberikan pelayanan sesuai dengan standar.
Universitas Sumatera Utara
Empati dalam hal ini merupakan kemudahan pasien dalam mendapatkan pelayanan secara nyaman.
Universitas Sumatera Utara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar